SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pengusutan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak berhenti pada 11 tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menegaskan penyidik masih menelusuri aliran dana dan sumber perintah yang menyebabkan biaya pengurusan sertifikasi melonjak tajam, dari hanya Rp275 ribu menjadi Rp6–7 juta.
“Tentu kami akan memperdalam kasus ini, mencari ke mana saja uang mengalir. Kami juga sedang menelusuri alur perintah, apakah datang dari top manajemen, dirjen, atau hanya pelaksana,” kata Asep kepada wartawan di Jakarta, Selasa (26/8).
Dugaan Keterlibatan Pihak Lain
Menurut Asep, perusahaan jasa K3 (PJK3) merupakan badan usaha resmi yang ditunjuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk memberikan layanan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
“PJK3 ini ada surat penunjukannya. Pertanyaannya, apakah top manajemennya sudah mengetahui praktik pemerasan ini atau tidak?” ujarnya.
Karena itu, KPK tidak menutup kemungkinan adanya pihak lain yang turut diperiksa, termasuk pejabat tinggi kementerian. Asep menyebut, mulai dari era Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah hingga penerusnya Yassierli bisa saja dimintai keterangan jika ditemukan indikasi keterlibatan.
“Terkait IF dan Y ini tentunya kita lihat dulu, sekarang sedang diperdalam,” tegas Asep.
Komitmen Penindakan
KPK menegaskan akan terus menelusuri praktik dugaan pemerasan ini hingga tuntas, termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat level atas. Lembaga antikorupsi juga berkomitmen mengembalikan marwah sertifikasi K3 sebagai instrumen perlindungan pekerja, bukan ladang pungutan liar.