SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan penetapan 21 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, periode Anggaran 2019 hingga 2022.
Dari 21 tersangka tersebut, empat orang di antaranya adalah pihak penerima dana hibah, sedangkan 17 orang lainnya diduga sebagai pihak pemberi dana hibah. Pengumuman ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Dari 21 orang, empat tersangka merupakan pihak penerima, yakni KUS selaku Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, AS selaku Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024, AI selaku Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024, dan BGS selaku staf AS,” jelas Asep.
“Sedangkan 17 tersangka sebagai pihak pemberi suap berasal dari DPRD, pejabat daerah, hingga pihak swasta,” tambahnya.
Detail Nama Tersangka dan Peran Masing-Masing
A. Empat Tersangka Penerima Suap
1. Kusnadi (KUS) — Ketua DPRD Jatim 2019–2024
2. Anwar Sadad (AS) — Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024
3. Achmad Iskandar (AI) — Wakil Ketua DPRD Jatim 2019–2024
4. Bagus Wahyudiono (BGS) — Staf dari AS
Ketiganya yang menduduki jabatan di DPRD Jatim dianggap sebagai penyelenggara negara, sedangkan BGS berstatus staf.
B. Tujuh Belas Tersangka Pemberi Suap
Berikut adalah pihak-pihak pemberi suap yang ditetapkan sebagai tersangka:
1. Mahfud (MHD) — Anggota DPRD Jatim periode 2019–2024
2. Fauzan Adima (FA) — Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sampang 2019–2024
3. Jon Junaidi (JJ) — Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo 2019–2024
4. Ahmad Heriyadi (AH) — Pihak swasta dari Sampang
5. Ahmad Affandy (AA) — Pihak swasta dari Sampang
6. Abdul Motollib (AM) — Pihak swasta dari Sampang
7. Moch. Mahrus (MM) — Pihak swasta di Probolinggo (juga anggota DPRD Jatim 2024–2029)
8. A. Royan (AR) — Pihak swasta dari Tulungagung
9. Wawan Kristiawan (WK) — Pihak swasta dari Tulungagung
10. Sukar (SUK) — Mantan Kepala Desa di Tulungagung
11. Ra Wahid Ruslan (RWR) — Pihak swasta dari Bangkalan
12. Mashudi (MS) — Pihak swasta dari Bangkalan
13. M. Fathullah (MF) — Pihak swasta dari Pasuruan
14. Achmad Yahya (AY) — Pihak swasta dari Pasuruan
15. Ahmad Jailani (AJ) — Pihak swasta dari Sumenep
16. Hasanuddin (HAS) — Pihak swasta dari Gresik (anggota DPRD Jatim 2024–2029)
17. Jodi Pradana Putra (JPP) — Pihak swasta dari Blitar
Sebagian besar dari mereka adalah pengusaha atau pihak swasta lokal yang terlibat dalam pengucuran dana hibah, sementara beberapa adalah pejabat daerah atau mantan pejabat.
Modus dan Dugaan Potongan Dana Hibah
Dalam penyelidikan sebelumnya, KPK menduga bahwa para tersangka melakukan pemotongan dana hibah hingga 20 persen dari nilai proyek yang dibayarkan. Potongan itu dilakukan ketika dana hibah (yang berasal dari pokok pikiran DPRD Jatim untuk pokmas) dicairkan ke lembaga penerima proyek.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa proyek-proyek tersebut sengaja dibentuk dengan nilai di bawah Rp 200 juta agar tidak melalui mekanisme lelang, sehingga pengawasan lebih lemah dan peluang korupsi lebih besar.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi terkait kasus ini, termasuk kantor KONI Jatim akibat dugaan dana hibah yang dialokasikan lewat organisasi tersebut.
Latar Waktu dan Penetapan Tersangka
Penetapan 21 tersangka ini sudah diumumkan sejak Juli 2024 sebagai bagian dari pengembangan penyidikan kasus dana hibah pokmas Jatim. Namun, identitas lengkap dan konstruksi perkaranya baru diungkap secara resmi belakangan.
KPK sebelumnya menyatakan bahwa penanganan perkara ini sudah mencakup pengucuran dana hibah di setidaknya delapan kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Tuntutan Hukum & Langkah Selanjutnya
Dalam kasus ini, para tersangka penerima dan pemberi suap diduga melanggar undang-undang tentang tindak pidana korupsi (UU Tipikor). KPK kemungkinan akan menjerat mereka sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 (yang telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001), bersama pasal-pasal pendukung seperti Pasal 55 KUHPidana.
KPK menyatakan bahwa tahap selanjutnya adalah memproses penyidikan lebih mendalam, termasuk audit forensik, pengumpulan bukti aliran dana, dan pemanggilan saksi-saksi kunci. Jika bukti cukup kuat, para tersangka akan segera dijebloskan ke tahanan dan diproses ke pengadilan.
Dampak dan Peringatan untuk Pengelolaan Dana Daerah
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dana hibah merupakan mekanisme publik yang sangat rawan disalahgunakan, terutama bila pengawasan lemah. KPK mengharapkan bahwa penanganan kasus ini dapat menjadi peringatan agar pejabat daerah dan anggota legislatif lebih berhati-hati dan transparan dalam mengelola anggaran hibah.
KPK juga menyebut bahwa praktik korupsi di sektor ini bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah dan merugikan pembangunan di level kecamatan atau desa.