SOALINDONESIA–JAKARTA Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi keras pengajuan amicus curiae atau sahabat peradilan oleh 12 tokoh dan aktivis antikorupsi dalam sidang praperadilan eks Mendikbudristek Nadiem Makarim, tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10), jaksa dari pihak Kejagung menyentil bahwa para tokoh tersebut seharusnya memahami bahaya laten korupsi yang telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.
“Jika mempertimbangkan nilai-nilai hidup di masyarakat, seharusnya 12 tokoh antikorupsi tersebut memahami bahaya akibat korupsi di Indonesia,” ujar jaksa dalam persidangan.
“Bahaya laten korupsi harus diberantas karena merupakan sesuatu extraordinary crime (kejahatan luar biasa) yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat,” lanjutnya.
Dukungan Publik terhadap Penindakan Korupsi
Jaksa juga menegaskan bahwa masyarakat selama ini mendukung langkah penyidikan Kejaksaan Agung, termasuk dalam perkara yang menjerat Nadiem Makarim. Mereka menilai dukungan publik harus menjadi tolok ukur dalam pemberantasan korupsi.
“Masyarakat Indonesia selalu mendukung Termohon (Kejagung) selaku penyidik untuk melakukan penyidikan yang transparan, profesional, dan bermartabat,” ujar pihak Kejagung.
Amicus Curiae Dibacakan dalam Sidang
Amicus curiae ini pertama kali disampaikan dalam sidang perdana gugatan praperadilan Nadiem Makarim melawan Kejagung, yang digelar Jumat (3/10) lalu. Dua tokoh yang hadir dan membacakan pendapat hukum mereka secara langsung di hadapan hakim adalah:
Arsil, peneliti senior dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
Natalia Soebagjo, pegiat antikorupsi dan anggota International Council of Transparency International
Arsil menyebut bahwa pengajuan amicus curiae ini bertujuan memberikan masukan kepada hakim, bukan untuk mempengaruhi putusan.
“Amicus curiae ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada Yang Mulia Hakim, agar proses praperadilan berjalan sesuai dengan semangat keadilan dan pemeriksaan yang objektif,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa permohonan ini tidak meminta hakim mengabulkan atau menolak gugatan praperadilan Nadiem, namun sekadar mendorong proses peradilan yang adil.
Sorotan Terhadap Proses Praperadilan
Arsil juga menyampaikan kritik terhadap praktik praperadilan yang selama ini berlangsung di Indonesia. Menurutnya, pemohon kerap dibebani pembuktian secara berlebihan, padahal proses praperadilan seharusnya fokus pada keabsahan penetapan tersangka.
“Pemeriksaan praperadilan selama ini menjadi panjang dan melelahkan. Padahal, seharusnya cukup fokus pada legalitas awal penyidikan dan penetapan tersangka,” katanya.
Daftar Lengkap 12 Tokoh Pengaju Amicus Curiae
Berikut adalah 12 tokoh dan aktivis antikorupsi yang mengajukan amicus curiae untuk Nadiem Makarim:
1. Amien Sunaryadi – Pimpinan KPK periode 2003–2007
2. Arief T. Surowidjojo – Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
3. Arsil – Peneliti senior LeIP
4. Betti Alisjahbana – Juri Bung Hatta Anti-Corruption Award
5. Erry Riyana Hardjapamekas – Pimpinan KPK periode 2003–2007
6. Goenawan Mohamad – Pendiri majalah Tempo
7. Hilmar Farid – Aktivis dan akademisi
8. Marzuki Darusman – Jaksa Agung RI periode 1999–2001
9. Nur Pamudji – Dirut PLN periode 2011–2014
10. Natalia Soebagjo – Pegiat antikorupsi, Transparency International
11. Rahayu Ningsih Hoed – Advokat
12. Todung Mulya Lubis – Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW)
Kejagung: Penegakan Hukum Harus Diutamakan
Pihak Kejaksaan menegaskan bahwa dukungan terhadap tokoh publik tidak boleh mengaburkan proses hukum. Sebagai institusi penegak hukum, Kejagung menyatakan komitmen untuk menindak kasus dugaan korupsi secara profesional, termasuk kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek.
“Kami hormati pendapat para tokoh, namun penegakan hukum tetap harus berjalan berdasarkan fakta dan alat bukti,” tegas jaksa menutup argumen di persidangan.