SOALINDONESIA–JAKARTA Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus CEO Bakrie & Brothers, Anindya N. Bakrie, menyatakan optimisme bahwa target pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen bukan hal yang mustahil untuk dicapai.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dari sisi investasi, perdagangan, serta kekayaan sumber daya alam yang mampu menjadi katalis utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
“Saya pikir itu sepenuhnya mungkin karena kita telah tumbuh lima persen dalam 30 tahun terakhir. Jadi kita perlu mendapatkan tambahan tiga persen itu, dan saya pikir investasi dan perdagangan adalah kuncinya,” ujar Anindya dalam Forbes Global CEO Conference di The St. Regis Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Sumber Daya Alam dan Energi Terbarukan Jadi Motor Baru
Anindya menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam strategis, terutama mineral penting seperti nikel, bauksit, dan tembaga, serta pengembangan energi terbarukan, akan menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia di masa depan.
Pemerintah, kata dia, telah menetapkan target pembangunan 75 gigawatt energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan, yang dinilai sebagai langkah penting untuk memperkuat fondasi ekonomi hijau dan berkelanjutan.
“Pemanfaatan mineral kritis dan energi baru terbarukan tidak hanya menambah nilai ekonomi, tapi juga membuka lapangan kerja baru dan menarik investasi besar-besaran,” ujarnya.
Kolaborasi Global dan Peran Kecerdasan Buatan
Lebih lanjut, Anindya menekankan pentingnya kolaborasi global dan adopsi teknologi modern, terutama kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), dalam mendorong transformasi ekonomi Indonesia.
Menurutnya, penguasaan teknologi menjadi syarat mutlak agar Indonesia tidak tertinggal di tengah dinamika global yang semakin digital dan kompetitif.
“Kita perlu seseorang untuk membantu kita dengan teknologi dan peningkatan yang cepat. Dengan AI, banyak hal bisa menjadi mungkin. Indonesia punya banyak potensi kasus penggunaan teknologi ini,” jelasnya.
Anindya menilai, adopsi teknologi canggih seperti AI dapat mempercepat efisiensi sektor manufaktur, logistik, hingga energi, sekaligus memperbaiki produktivitas nasional.
Tantangan dan Langkah Strategis
Meski penuh optimisme, Anindya mengingatkan bahwa pertumbuhan 8 persen tidak akan tercapai secara instan.
“Mungkin butuh waktu lima hingga sepuluh tahun untuk mencapainya. Tapi kita pernah melakukannya sebelumnya, di era 1990-an,” ujarnya menegaskan.
Ia juga menyoroti sejumlah tantangan domestik, termasuk perlunya reformasi iklim investasi dan peningkatan daya saing ekspor. Saat ini, posisi Indonesia masih berada di peringkat ke-77 dunia dalam hal kemudahan berusaha (ease of doing business).
Untuk mengatasi hal tersebut, dunia usaha diimbau memperluas pasar ekspor dan meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, khususnya di sektor industri berbasis sumber daya alam.
“Nomor satu, kita harus memperluas pasar. Misalnya memperkuat penetrasi ke Uni Eropa dan Kanada, serta memperdalam hubungan dengan negara-negara BRICS yang kini menjadi kelompok ekonomi yang semakin strategis,” katanya.
Optimisme Menuju Pertumbuhan Berkelanjutan
Menurut Anindya, keberhasilan mencapai pertumbuhan 8 persen akan sangat bergantung pada sinkronisasi kebijakan pemerintah, investasi strategis, dan kolaborasi lintas sektor.
Ia menilai Indonesia bisa mengulang kisah sukses pertumbuhan cepat pada dekade 1990-an, dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan sesuai konteks ekonomi global saat ini.
“Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, investasi yang cerdas, dan kemitraan internasional yang kuat, Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi yang merata bagi seluruh rakyat,” tutup Anindya.











