SOALINDONESIA–JAKARTA Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menyoroti tragedi meninggalnya tujuh pekerja migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Utara di Kamboja sepanjang tahun 2025.
Menurut Puan, peristiwa memilukan tersebut menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak bahwa sistem perlindungan pekerja migran Indonesia masih memiliki banyak kelemahan yang perlu segera dibenahi.
“Data dari Sumatera Utara ini hanyalah salah satu contoh. Kami meyakini masih banyak daerah lain yang menghadapi persoalan serupa. Ini menunjukkan bahwa sistem perlindungan kita perlu diperkuat secara menyeluruh,” ujar Puan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
7 Pekerja Migran Asal Sumut Tewas di Kamboja
Berdasarkan data Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumatera Utara, tujuh PMI asal daerah tersebut dilaporkan meninggal dunia di Kamboja sejak Januari hingga Oktober 2025.
Para korban diketahui berangkat melalui jalur non-prosedural dan diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Setiap nyawa yang hilang akibat praktik ini adalah bukti nyata bahwa negara harus hadir secara optimal untuk melindungi warganya,” tegas Puan.
“Kita tidak bisa lagi menunggu laporan atau kasus menjadi viral sebelum bertindak.”
Modus Baru TPPO Lewat Teknologi Digital
Puan mengingatkan bahwa praktik perdagangan manusia dan eksploitasi tenaga kerja kini semakin kompleks, seiring dengan maraknya modus rekrutmen ilegal yang memanfaatkan teknologi digital.
Banyak calon pekerja migran dijanjikan pekerjaan legal di luar negeri, namun justru mengalami penipuan, penyekapan, penahanan paspor, tidak dibayar gaji, hingga bekerja di bawah tekanan berat.
Menurut Puan, fenomena ini menuntut respons cepat dan koordinasi antarinstansi untuk memastikan perlindungan komprehensif bagi pekerja migran Indonesia.
Perlindungan PMI Tanggung Jawab Bersama
Ketua DPR itu menegaskan bahwa perlindungan pekerja migran bukan hanya tugas satu lembaga, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, daerah, aparat hukum, dan mitra internasional.
“Perlindungan pekerja migran bukan hanya tugas satu kementerian atau lembaga, melainkan tanggung jawab bersama yang harus didukung oleh koordinasi lintas sektor dan kerja sama regional,” ujar Puan.
Ia menekankan pentingnya langkah terpadu, mulai dari pencatatan dan pemantauan calon PMI, pengawasan terhadap agen penyalur, hingga penguatan layanan konsuler di negara tujuan untuk memberi pendampingan hukum dan rehabilitasi bagi korban.
Selain itu, edukasi publik dan kampanye anti-TPPO juga perlu digencarkan, terutama di wilayah dengan tingkat pengangguran tinggi.
“Praktik TPPO harus ditindak tegas dan diantisipasi sedini mungkin. Penegakan hukum terhadap sindikat perdagangan manusia, khususnya yang beroperasi lintas negara, harus menjadi prioritas,” imbuhnya.
Negara Wajib Hadir Lindungi Warga di Luar Negeri
Lebih lanjut, cucu Bung Karno itu menyebut tragedi yang menimpa para pekerja migran asal Sumut harus menjadi momentum evaluasi nasional untuk memperkuat sistem perlindungan pekerja migran dari hulu hingga hilir.
“Negara wajib hadir dari hulu hingga hilir — mulai dari edukasi masyarakat, pengawasan agen penyalur, pendampingan di negara tujuan, hingga pemulangan dan rehabilitasi korban,” tegas Puan.
“Kita tidak boleh membiarkan nyawa warga kita hilang di tangan sindikat kriminal.”
Data Mengkhawatirkan: Ribuan Kasus TPPO Sejak 2021
Menurut data Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, sejak 2021 hingga Februari 2025 tercatat 7.027 kasus penipuan online yang sebagian berujung pada TPPO, dengan 1.508 kasus perdagangan orang dan 92 korban meninggal hanya dalam tiga bulan terakhir.
Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat menjadi dua wilayah dengan kasus TPPO tertinggi di Indonesia, masing-masing menyumbang 23 persen dan 19 persen dari total kasus nasional.
📌 Fakta Kasus PMI di Kamboja 2025
7 pekerja migran asal Sumut meninggal dunia (Januari–Oktober 2025)
Seluruh korban berangkat melalui jalur non-prosedural
Diduga kuat menjadi korban tindak pidana perdagangan orang
Kasus ditangani oleh BP3MI Sumut dan Kementerian Luar Negeri











