SOALINDONESIA–JAKARTA Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan peluang penurunan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-Rate) di akhir tahun 2025 masih terbuka. Namun, keputusan tersebut akan sangat bergantung pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa bulan ke depan.
Perry menyebut, langkah pemangkasan suku bunga akan dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan efektivitas transmisi kebijakan moneter terhadap sektor keuangan dan perbankan.
“Ada ruang penurunan BI rate ke depan. Kapan dan besarnya itulah yang kami pertimbangkan, adalah seberapa besar inflasi ke depan yang terkendali dan ruang pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Menurut Perry, penurunan suku bunga acuan tidak hanya ditujukan untuk memperkuat daya dorong ekonomi nasional, tetapi juga memastikan agar kebijakan moneter longgar benar-benar diteruskan oleh perbankan ke sektor riil.
“BI akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar yang ditempuh. Bagaimana ini diikuti dengan perkembangan Deposit Facility dan Lending Facility. Bagaimana kelonggaran ekspansi moneter, termasuk tambahan dana Rp200 triliun dari Pak Menteri Keuangan, mendorong kredit dan pertumbuhan ekonomi,” bebernya.
Fokus BI: Dorong Penurunan Bunga Kredit
Sejak awal tahun, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak enam kali. Namun, Perry menyoroti bahwa penurunan suku bunga kredit dan dana pihak ketiga (DPK) di sektor perbankan masih berjalan lambat.
“Penurunan suku bunga BI rate telah diikuti penurunan suku bunga di pasar uang. Bahkan suku bunga imbal hasil SBN juga sudah turun. Isunya adalah bagaimana suku bunga DPK dan suku bunga kredit yang turunnya masih berjalan lambat. Itu yang kami terus dorong,” katanya.
Perry menegaskan, penurunan bunga kredit menjadi krusial untuk mempercepat ekspansi ekonomi, terutama di sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) serta konsumsi masyarakat.
“Tentu saja agar suku bunga kredit bisa turun dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Inflasi Terkendali, Ruang Pelonggaran Terbuka
Bank Indonesia memandang ruang pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka lebar karena inflasi domestik tetap terjaga pada tingkat rendah. Berdasarkan proyeksi BI, inflasi inti 2025–2026 diperkirakan berada dalam kisaran sasaran 2,5±1 persen.
“Terutama inflasi inti yang rendah dan terkendali di kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen. Oleh karenanya, terbuka ruang penurunan suku bunga,” ujar Perry.
Hingga Oktober 2025, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI masih memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate di level 4,75 persen, sambil memantau perkembangan ekonomi global dan respons kebijakan moneter dari bank sentral utama dunia, termasuk The Federal Reserve (The Fed) yang telah menurunkan suku bunga acuannya beberapa kali sepanjang tahun ini.
Dengan kondisi makroekonomi yang semakin stabil dan inflasi yang terkendali, kemungkinan pemangkasan suku bunga di akhir tahun menjadi semakin realistis. Namun, Perry menegaskan bahwa langkah tersebut akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.
“Kita akan terus menempuh kebijakan yang seimbang — mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan nasional,” pungkasnya.











