SOALINDONESIA–JAKARTA Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) menegaskan bahwa tidak terdapat praktik “oplosan” bahan bakar minyak (BBM) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Hal ini ditegaskan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan pada Jumat (10/10).
“Jadi memang gini, tidak ada istilah oplosan sekarang sebetulnya, kan blending-an,” ujar Anang.
Penjelasan Soal Blending BBM
Anang menjelaskan bahwa dalam proses penyidikan, ditemukan adanya praktik blending antara BBM beroktan rendah seperti RON 88 dengan BBM beroktan lebih tinggi seperti RON 92. Hasil blending tersebut kemudian dijual dengan harga lebih rendah dibandingkan standar pasar.
“Ibaratnya blending-an dari RON 88 atau RON 92 yang memang dijual dengan harga di bawah, ya bahkan price, ya kan di situ. Di situ kan ada (beberapa perusahaan minyak asing) dan dia termasuk ya yang diuntungkan, ada diperlakukan istimewa,” jelasnya lebih lanjut.
Anang menegaskan bahwa secara teknis, praktik tersebut bukanlah oplosan yang terkesan ilegal, melainkan bagian dari proses pengolahan yang dikenal sebagai blending dalam industri migas.
“Istilahnya bukan oplosan, blending-an dan memang secara teknis memang begitu. Tidak ada istilah oplosan, blending,” imbuhnya.
18 Tersangka, Kerugian Negara Capai Rp 285 Triliun
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 18 orang sebagai tersangka, di mana tiga di antaranya sudah memasuki tahap persidangan. Mereka adalah:
Riva Siahaan, mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga periode 2023–2025
Edward Corne, mantan VP Trading Operations
Ketiganya didakwa menyebabkan kerugian negara yang mencapai total sekitar Rp 285 triliun, dengan rincian sebagai berikut:
Rincian Kerugian Keuangan Negara
Kerugian dari pengadaan impor produk kilang/BBM:
USD 5.740.532,61
Kerugian dari penjualan solar non-subsidi (2021–2023):
Rp 2.544.277.386.935
Total kerugian keuangan negara (gabungan):
USD 2.732.816.820,63 (setara Rp 45,23 triliun)
dan
Rp 25.439.881.674.368,30 (sekitar Rp 25,4 triliun)
“Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang,” kata jaksa dalam sidang.
Kerugian Lainnya
Selain kerugian langsung keuangan negara, jaksa juga mencatat:
Kerugian perekonomian negara:
Rp 171.997.835.294.293
akibat kemahalan harga pengadaan BBM yang membebani perekonomian.
Illegal gain (keuntungan ilegal):
USD 2.617.683.340,41 (setara Rp 43,3 triliun)
diperoleh dari selisih harga impor BBM yang melebihi kuota dan harga perolehan domestik.
Pasal yang Dilanggar
Atas perbuatannya, Riva dkk dijerat dengan:
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)