SOALINDONESIA–BOGOR Penangkapan mantan Gubernur Papua Lukas Enembe ternyata menyimpan cerita panjang yang penuh tantangan. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa proses penangkapan tersebut jauh dari kata mudah dan membutuhkan improvisasi di lapangan.
“Jadi tidak kelihatan mudah setelah, oh nyampe di Jakarta mudah gitu ya. Dibawa, enggak. Ada lika-liku, lika-liku, lika-likunya,” ujar Asep di kawasan Bogor, Selasa (18/11).
Penangkapan Dimulai dari Kotaraja
Lukas Enembe ditangkap KPK di sebuah rumah makan di Kotaraja, Papua, pada Selasa, 10 Januari 2023. Penangkapan dilakukan lantaran Enembe berkali-kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
KPK kemudian membentuk tim kecil untuk menjemput Enembe. Sesaat sebelum penangkapan, penyidik mendapatkan informasi bahwa Enembe akan terbang ke Tolikara, sehingga operasi segera dipercepat.
Menariknya, strategi penangkapan dilakukan dengan cara yang sangat sopan agar tidak memicu perlawanan dari pengawal Enembe.
Asep menirukan percakapan penyidik:
“Pas kelihatan beliau keluar, langsung saya datangin, langsung saya cium tangan. ‘Bapak, mari kita ikut ke tempat Brimob.’“
“Oh gitu, Adek? Ada apa?”
“Bapak mau diperiksa dulu sebentar.”
“Sopan santun dan semuanya itu berlaku,” kata Asep.
Drama Berebut Pesawat Sewaan
Setelah Enembe berhasil diamankan, penyidik mencari pesawat sewaan untuk membawanya ke Mako Brimob Papua. Namun hanya tersedia pesawat kecil. Akibat keterbatasan kapasitas, hanya penyidik dengan berat badan di bawah 70 kilogram yang boleh ikut.
“Mereka yang beratnya di atas 70 kg terpaksa harus tinggal. Dengan risiko sebentar lagi datang massanya Pak Lukas Enembe,” ucap Asep.
Setibanya di Papua, perjalanan menuju Mako Brimob pun tak berjalan mulus. Massa sempat mengepung kendaraan taktis yang membawa Enembe.
“Ada teman-teman di dalam rantis itu dipanahin di jalan,” ungkap Asep, menggambarkan situasi panas kala itu.
Transit di Manado dan Pesawat ‘Ngutang’
Usai pemeriksaan, Enembe harus dibawa ke Gedung KPK di Jakarta. Namun pesawat sewaan ke Jakarta belum tersedia sehingga rombongan harus transit di Manado.
Di kota transit itu, simpatisan Enembe tetap membuntuti.
“Sudah banyak OAP (Orang Asli Papua) yang datang merubung ke sana,” kata Asep.
Tak hanya itu, masalah biaya sewa pesawat juga sempat membuat Asep tertegun. Ia mengaku harus meminta bantuan rekannya, Irjen Herry Heryawan (Herimen), untuk mencarikan pesawat.
“Ngutang dulu itu. Tapi dipercaya karena kami memang mau jemput,” ujarnya.
Pada akhirnya, pesawat yang disediakan adalah Boeing 737—jauh lebih besar dari yang dibayangkan tim.
“Langsung saya hampir pingsan. Bukan lihat pesawatnya gede. Ini bayarnya berapa ini?” seloroh Asep.
Kasus Korupsi dan Akhir Hidup Lukas Enembe
Lukas Enembe sebelumnya dinyatakan bersalah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 47,8 miliar. Uang tersebut diterima sebagai hadiah selama ia menjabat Gubernur Papua pada periode 2013–2023.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara, kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 10 tahun penjara serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 47.833.485.350.
Namun, Enembe tidak sempat menjalani keseluruhan masa hukumannya. Ia wafat akibat komplikasi penyakit pada 2023.
Kisah penangkapan Enembe menunjukkan kompleksitas penegakan hukum di lapangan, terutama ketika melibatkan tokoh berpengaruh dan situasi sosial yang sensitif. Momen-momen dramatis tersebut kini menjadi catatan penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.











