SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tengah mendalami temuan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI terkait berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Temuan itu kini menjadi salah satu bahan penting dalam proses penyidikan dugaan korupsi kuota haji yang sedang ditangani lembaga antirasuah tersebut.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa pihaknya telah menganalisis seluruh temuan Pansus, termasuk indikasi penyimpangan dalam distribusi dan penggunaan kuota haji, serta komponen pembiayaan yang dibebankan kepada jemaah.
“Jadi, semua informasi ataupun temuan Pansus sudah kami pelajari, analisis, dan dalami. Betul, jika kita bicara soal penyelenggaraan haji tentu ini kan memang cukup luas bahasannya,” ujar Budi kepada wartawan, Kamis (9/10).
Menurut Budi, penyelidikan tidak hanya berfokus pada persoalan kuota, namun juga menyentuh aspek pelaksanaan ibadah di Tanah Suci, termasuk potensi permainan harga dalam jual beli kuota haji khusus.
“Ini termasuk materi yang didalami oleh penyidik, kaitannya dengan jual beli kuota haji khusus ini kepada jemaah—dijual berapa, kemudian sebetulnya biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan ibadah haji khusus itu berapa,” jelas Budi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam proses penyelenggaraan ibadah haji, terdapat komponen biaya konsumsi, logistik, dan akomodasi yang juga menjadi perhatian KPK.
“Artinya kalau kita menghitung biaya penyelenggaraan haji—soal konsumsi, logistik, akomodasi—kan itu menjadi salah satu biaya yang dihitung, termasuk item-item yang dihitung dalam pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji. Itu didalami juga,” tambahnya.
Dugaan Permainan Kuota Tambahan
Kasus ini mencuat setelah Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 berhasil memperoleh tambahan kuota sebesar 20 ribu dari Pemerintah Arab Saudi. Namun, KPK menduga bahwa informasi ini disalahgunakan oleh sejumlah oknum, termasuk asosiasi travel haji, untuk mendesak Kementerian Agama (Kemenag) mengubah pembagian kuota haji khusus.
Sesuai regulasi, kuota haji khusus seharusnya hanya 8% dari total kuota nasional. Namun, berdasarkan penyidikan awal, diduga terjadi kesepakatan informal untuk membagi kuota tambahan secara merata—50% untuk haji reguler, dan 50% untuk haji khusus.
Keputusan itu kemudian dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut). KPK saat ini masih mendalami keterkaitan SK tersebut dengan rapat-rapat sebelumnya.
Setoran Puluhan Juta per Kuota ke Oknum Kemenag
KPK juga menemukan indikasi adanya setoran ilegal dari pihak travel kepada oknum di Kemenag yang diduga mengatur alokasi kuota tambahan tersebut. Nilai setoran yang diterima bervariasi, mulai dari USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota—bergantung pada skala dan kemampuan finansial penyelenggara perjalanan ibadah haji.
Setoran itu diduga disalurkan melalui asosiasi travel, sebelum akhirnya mengalir ke sejumlah pejabat di Kemenag, termasuk yang berada di level pimpinan.
Dari hasil perhitungan sementara, KPK memperkirakan bahwa praktik korupsi dalam kasus ini telah menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 1 triliun. Lembaga ini kini menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk audit dan perhitungan resmi.
Penggeledahan, Penyitaan, dan Pencegahan ke Luar Negeri
Dalam upaya pengungkapan kasus ini, KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk:
Rumah pribadi mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas
Kantor Kemenag
Kantor tiga asosiasi travel haji
Kantor travel haji Maktour
Rumah ASN Kemenag
Rumah yang diduga milik Gus Alex di Depok
Dari hasil penggeledahan, KPK menyita berbagai dokumen dan barang bukti, termasuk dua unit rumah di kawasan Jakarta Selatan senilai total Rp 6,5 miliar, yang diduga berasal dari hasil korupsi.
KPK juga telah mencegah tiga orang ke luar negeri, yakni:
1. Yaqut Cholil Qoumas (Mantan Menteri Agama)
2. Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex (eks staf khusus Menag)
3. Fuad Hasan Masyhur (pemilik travel Maktour)
Respons Pihak Terduga
Melalui kuasa hukumnya, Mellisa Anggraini, mantan Menag Gus Yaqut menyatakan bahwa kliennya menghormati proses hukum yang tengah dijalankan oleh KPK, termasuk penggeledahan dan penyitaan.
“Kami percaya proses hukum akan berjalan objektif dan klien kami akan kooperatif untuk mengungkap fakta yang sebenarnya,” ujar Mellisa kepada awak media.
Penutup
Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji ini menambah daftar panjang persoalan tata kelola ibadah haji di Indonesia. KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas dan memproses semua pihak yang terbukti terlibat, tanpa pandang bulu.
Penyelidikan terus bergulir, dan publik menanti kejelasan hukum serta perbaikan menyeluruh dalam tata kelola haji yang melibatkan jutaan umat Muslim Indonesia setiap tahunnya.