SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan terus melakukan penyitaan terhadap hasil kebun sawit yang berasal dari lahan milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, yang telah lebih dulu disita.
Langkah ini merupakan bagian dari proses penanganan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Nurhadi terkait dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan MA.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan bahwa kebun sawit yang terletak di Padang Lawas, Sumatra Utara, masih aktif berproduksi. Oleh karena itu, hasil dari penjualan sawit tersebut akan terus disita oleh KPK hingga kasus Nurhadi memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
“Lahan itu masih produktif, jadi hasilnya bisa menjadi semacam passive income untuk negara. Jika nanti ditetapkan oleh hakim untuk dirampas menjadi milik negara, maka hasilnya akan menjadi bagian dari upaya optimalisasi asset recovery,” ujar Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (24/10/2025).
Total Hasil Sitaan Capai Rp4,6 Miliar
Budi menjelaskan bahwa hingga saat ini, KPK telah dua kali menyita hasil penjualan sawit dari lahan tersebut. Pada penyitaan pertama, nilai yang disita mencapai Rp3 miliar, dan pada penyitaan kedua sebesar Rp1,6 miliar, sehingga total sementara mencapai Rp4,6 miliar.
“Betul, hasil penjualan itu menjadi rutin selama perkara masih berjalan. Ketika aset kebun sawit itu menghasilkan, maka atas hasil penjualannya langsung disita,” jelas Budi.
Menurutnya, langkah penyitaan rutin ini merupakan bagian dari kebijakan KPK dalam menjaga nilai aset sitaan agar tetap produktif dan tidak menurun nilainya selama proses hukum berlangsung.
Optimalisasi Pemulihan Aset Negara
KPK menegaskan bahwa mekanisme ini bukan hanya bentuk penegakan hukum, tetapi juga bagian dari strategi optimalisasi pemulihan aset (asset recovery). Dengan menjadikan aset sitaan tetap produktif, negara tetap memperoleh manfaat ekonomi, meskipun proses hukum terhadap pemilik aset masih berjalan.
“Kita ingin memastikan bahwa setiap aset yang disita tidak terbengkalai, melainkan dikelola dengan baik agar tetap menghasilkan. Jika nanti pengadilan memutuskan rampasan negara, aset itu sudah memiliki nilai ekonomi yang jelas,” tambah Budi.
Kasus Nurhadi Masih Berlanjut
Nurhadi sebelumnya telah dijatuhi hukuman dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Namun, KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka TPPU, karena diduga menyamarkan hasil suap melalui pembelian aset-aset bernilai tinggi, termasuk kebun sawit di Sumatra Utara.
KPK juga menduga, sebagian hasil suap dan gratifikasi digunakan Nurhadi untuk investasi di sektor perkebunan serta properti. Penelusuran terhadap aset-aset tersebut terus dilakukan guna memastikan seluruh hasil kejahatan dapat disita untuk kepentingan negara.
Langkah Tegas KPK
Dengan langkah penyitaan berkelanjutan ini, KPK menunjukkan komitmennya dalam mengejar aset hasil korupsi dan memastikan tidak ada keuntungan ekonomi yang dinikmati oleh para pelaku selama proses hukum berlangsung.
“Kami tidak hanya fokus pada pelaku, tetapi juga pada pengembalian kerugian negara. Karena itu, semua hasil dari aset yang disita akan kami pastikan masuk ke kas negara,” tegas Budi.











