SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan usulan dari asosiasi perusahaan emas terkait perubahan mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor perdagangan emas.
Dalam usulan tersebut, asosiasi meminta agar pembayaran PPN tidak lagi dibebankan kepada konsumen, melainkan langsung dibayarkan oleh perusahaan atau pabrik emas dengan tarif 3 persen secara menyeluruh.
“Jadi (asosiasi emas) minta treatment gimana caranya supaya bayar PPN-nya bukan di konsumen aja tapi langsung di perusahaan-perusahaan itu. Saya pikir, ya kalau memang bisa naikin income, saya naikin aja,” kata Purbaya saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (23/10).
Keluhan dari Pelaku Usaha Emas
Purbaya menjelaskan bahwa pelaku usaha di sektor emas mengeluhkan ketimpangan perlakuan pajak antara produsen legal dan ilegal. Saat ini, produsen resmi dikenai PPN sebesar 1,6 persen, sementara produsen ilegal hanya membayar sekitar 1,1 persen karena tidak melampirkan surat keterangan asal barang.
Banyak produsen ilegal juga diketahui menjual langsung ke toko-toko emas tanpa melalui mekanisme resmi, sehingga menghindari kewajiban pajak. Kondisi ini dinilai menciptakan persaingan tidak sehat di industri logam mulia.
“Mereka (asosiasi emas) mengeluh karena masih ada produsen ilegal yang tidak membayar pajak karena tidak memberikan surat keterangan asal barang. Akibatnya mereka bisa jual lebih murah ke toko, sementara produsen legal jadi kalah bersaing,” jelas Purbaya.
Diharapkan Tekan Produsen Ilegal
Purbaya menilai, penerapan skema pembayaran PPN di tingkat pabrik akan memudahkan pengawasan dan menekan ruang gerak produsen ilegal, yang jumlahnya disebut mencapai sekitar 90 persen dari total pelaku usaha emas di Indonesia.
“Usul mereka adalah semuanya dikerahkan 3 persen. Jadi yang konsumen enggak bayar lagi, di pabrik-pabriknya aja. Jadi kita bisa kendalikan lebih cepat,” tuturnya.
Ia menegaskan, pemerintah akan mengaji lebih dalam dampak kebijakan ini, termasuk terhadap harga emas di tingkat konsumen dan penerimaan negara.
Mekanisme Lama Dinilai Kurang Efektif
Sistem yang berlaku saat ini membebankan PPN kepada pembeli atau konsumen akhir, sementara perusahaan hanya menyalurkan dan melaporkan pajak melalui mekanisme faktur. Namun dalam praktiknya, sistem ini menyulitkan pengawasan karena banyak pelaku usaha kecil dan menengah tidak mencatat transaksi secara lengkap.
Dengan perubahan mekanisme pembayaran di tingkat perusahaan, pemerintah berharap transparansi dan efisiensi pajak sektor emas meningkat, sekaligus menutup celah penghindaran pajak.
“Kalau sistemnya diubah ke hulu, akan lebih mudah dikontrol karena kita tahu siapa produsennya dan berapa produksi emas yang keluar. Ini bisa bantu memperkuat penerimaan negara juga,” ujar Purbaya.
Langkah Selanjutnya
Purbaya menyebut, Kementerian Keuangan bersama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan segera melakukan kajian teknis terkait usulan ini sebelum diambil keputusan final. Kajian tersebut mencakup aspek perpajakan, administrasi, dan dampak ekonomi terhadap pelaku usaha emas nasional.
Sementara itu, asosiasi emas berharap kebijakan ini bisa segera diimplementasikan pada tahun fiskal mendatang agar industri emas Indonesia bisa tumbuh lebih sehat dan kompetitif.











