SOALINDONESIA–JAKARTA Sejumlah relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendatangi Gedung Bareskrim Polri pada Kamis (9/10). Kedatangan mereka bertujuan untuk menyampaikan surat keberatan terkait penanganan kasus dugaan ijazah palsu Jokowi yang hingga kini dinilai stagnan dan belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Dalam aksi tersebut, para relawan didampingi sejumlah tokoh publik seperti Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu, Ade Darmawan, dan anggota Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando.
Desak Mabes Polri Tegur Polda Metro Jaya
Ade Darmawan menyampaikan bahwa penanganan perkara yang saat ini berada di tangan Polda Metro Jaya dinilai berlarut-larut tanpa kejelasan hukum. Ia menilai bahwa jika perkara ini sudah naik ke tahap penyidikan, maka seharusnya unsur pidana telah ditemukan.
“Sudah di luar akal sehat kita. Kami melihat kasus ini sudah berlangsung lama, namun belum ada kejelasan hukum,” ujar Ade di hadapan awak media di Bareskrim.
“Saat ini kasus sudah masuk ke tahap penyidikan, tapi stagnan. Kami mendesak Mabes Polri untuk segera menegur Polda Metro Jaya. Jika tidak, kami akan melaporkannya ke Propam,” tegasnya.
Ade Armando: Selesaikan agar Hoaks Tidak Berkembang
Di lokasi yang sama, Ade Armando berharap aparat kepolisian segera menyelesaikan proses hukum perkara tersebut agar tidak menjadi bola liar di tengah masyarakat. Ia menilai, kasus ini kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan hoaks dan memperkeruh suasana politik di media sosial.
“Jika tidak terbukti ada pencemaran nama baik terhadap Pak Jokowi, maka putuskan saja bahwa tidak ada pelanggaran hukum,” ujar Ade.
“Tapi kalau terbukti, maka penegakan hukum harus dijalankan. Publik perlu tahu bahwa hal seperti itu tidak boleh terjadi di Indonesia,” lanjutnya.
Minta Segera Gelar Perkara dan Umumkan Status Hukum
Sementara itu, Andi Azwan, salah satu relawan Jokowi-Gibran, menyatakan bahwa kedatangan mereka ke Mabes Polri bukan untuk mengintervensi proses hukum, melainkan untuk memberikan dukungan moral terhadap institusi kepolisian agar bekerja cepat dan transparan.
“Kami mencintai Polri. Kami datang untuk meminta Mabes Polri dan Polda Metro Jaya segera melaksanakan gelar perkara dan menetapkan status hukum Pak Jokowi, supaya semuanya jelas dan tidak menimbulkan polarisasi di masyarakat,” ujar Andi.
Ade Darmawan turut meminta Irwasum Polri dan Divisi Propam untuk memperketat pengawasan terhadap proses penyidikan di Polda Metro Jaya, mengingat kasus ini sudah terlalu lama menggantung.
“Kalau kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan, berarti unsur pidananya sudah ditemukan. Maka seharusnya tinggal menentukan tersangka,” tambah Ade.
Keyakinan Akan Penetapan Tersangka Segera
Ade Armando juga menyampaikan bahwa berdasarkan informasi dan analisis yang ia peroleh, peningkatan status perkara ke arah penetapan tersangka hanya tinggal menunggu waktu.
“Dari yang saya pelajari, peningkatan tahapan perkara hampir pasti terjadi dalam waktu dekat. Mungkin bulan ini, mungkin bulan depan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya penyelesaian perkara ini sebagai bentuk komitmen terhadap penegakan hukum yang adil dan sebagai cara menghentikan penyebaran fitnah dan informasi palsu terhadap Presiden Jokowi.
Latar Belakang Kasus
Sebagai informasi, kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi ini bermula dari laporan masyarakat yang disampaikan ke sejumlah Polres, dan kemudian dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Saat ini, perkara tersebut ditangani oleh Subdit Kamneg Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Polisi telah menyatakan bahwa kasus ini telah naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka ataupun gelar perkara terbuka yang dapat menjelaskan perkembangan hukumnya.
Penutup
Dengan kedatangan para relawan Jokowi-Gibran ke Bareskrim Polri, tekanan publik terhadap penanganan kasus ini semakin meningkat. Mereka berharap bahwa Polri segera menuntaskan perkara ini dengan cepat, adil, dan transparan—agar tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, serta menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.