SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang di dalamnya memuat aturan baru terkait pelaksanaan umrah secara mandiri oleh warga negara Indonesia.
Melalui ketentuan baru ini, masyarakat kini diperbolehkan menjalankan ibadah umrah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau lembaga resmi penyelenggara. Namun, jemaah yang memilih untuk berangkat secara mandiri tidak akan mendapatkan sejumlah perlindungan hukum, keamanan, maupun layanan yang selama ini diberikan kepada jemaah umrah melalui PPIU.
Dasar Hukum Umrah Mandiri
Izin warga untuk melaksanakan umrah mandiri diatur secara jelas dalam Pasal 86 UU No. 14 Tahun 2025, yang menyebutkan:
Pasal 86 (1) Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan:
a. melalui PPIU;
b. secara mandiri; atau
c. melalui Menteri.
Artinya, umat Islam Indonesia kini memiliki tiga jalur resmi untuk menunaikan ibadah umrah — baik melalui penyelenggara, langsung dari pemerintah, maupun secara mandiri.
Tidak Dapat Perlindungan Negara
Kendati demikian, aturan baru ini menegaskan bahwa jemaah umrah mandiri tidak memperoleh perlindungan seperti jemaah yang berangkat melalui PPIU. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 96 ayat (5), yang menyebutkan:
Pasal 96 ayat (5)
Jemaah Umrah dan petugas umrah mendapatkan perlindungan:
a. warga negara Indonesia di luar negeri;
b. hukum;
c. keamanan;
d. layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi kecuali Jemaah Umrah mandiri; dan
e. jiwa, kecelakaan, dan kesehatan kecuali Jemaah Umrah mandiri.
Dengan demikian, negara tidak bertanggung jawab atas jaminan keselamatan, kesehatan, atau kenyamanan jemaah yang memilih umrah mandiri.
Tak Ada Kompensasi dan Ganti Rugi
Lebih lanjut, Pasal 97 ayat (1) juga menegaskan bahwa jemaah umrah mandiri tidak berhak atas kompensasi atau ganti rugi apabila terjadi kendala selama perjalanan:
Pasal 97 ayat (1)
Pelindungan layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) huruf d diberikan dalam bentuk:
a. kompensasi kecuali untuk Jemaah Umrah mandiri; dan/atau
b. ganti rugi kecuali untuk Jemaah Umrah mandiri.
Penjelasan Resmi: Tanggung Jawab Pribadi Jemaah
Dalam penjelasan undang-undang tersebut, pemerintah menyebut bahwa pengecualian perlindungan bagi jemaah umrah mandiri didasarkan pada prinsip tanggung jawab individu.
Huruf d menjelaskan bahwa perlindungan layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi meliputi jaminan penginapan, makanan bergizi, serta angkutan yang aman dan tepat waktu. Namun ketentuan ini tidak berlaku bagi jemaah umrah mandiri.
Huruf e menegaskan bahwa perlindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan berupa jaminan finansial bagi jemaah yang meninggal dunia, cacat tetap, atau sakit akibat perjalanan umrah, dikecualikan untuk jemaah umrah mandiri.
Pemerintah Ingatkan Risiko Umrah Mandiri
Dengan diberlakukannya UU ini, pemerintah memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah secara mandiri. Namun demikian, Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau calon jemaah agar tetap berhati-hati dan memastikan seluruh dokumen serta fasilitas perjalanan telah sesuai dengan ketentuan pemerintah dan otoritas Arab Saudi.
Sebab, tanpa perlindungan resmi dari negara, segala risiko selama perjalanan — mulai dari penipuan, kehilangan dokumen, gagal berangkat, hingga masalah kesehatan — akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi jemaah.
Aturan ini menjadi babak baru dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah umrah di Indonesia, dengan membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih fleksibel, namun juga menuntut kesadaran dan kesiapan yang lebih besar dari setiap calon jemaah.











