SOALINDONESIA–JAKARTA Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang. Salah satu poin utama dalam revisi tersebut adalah perubahan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).
Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
Pengesahan Disetujui Seluruh Fraksi
Sebelum pengesahan, Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini membacakan laporan hasil pembahasan tingkat I antara DPR dan pemerintah. Dalam pemungutan suara, seluruh fraksi menyatakan setuju untuk melanjutkan RUU tersebut ke tahap pengesahan.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” tanya Dasco kepada peserta rapat.
Seruan “setuju” menggema dari seluruh anggota dewan yang hadir, dan palu sidang pun diketuk.
Perubahan Status: Dari Kementerian Menjadi Badan
Melalui revisi ini, Kementerian BUMN resmi diubah menjadi Badan Penyelenggara Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN). Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa badan tersebut akan berdiri sendiri dan tidak dilebur ke lembaga lain seperti Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
“Badan ini berdiri sendiri, yaitu Badan Penyelenggara BUMN, tidak dilebur dengan BPI Danantara,” kata Dasco.
Alasan Perubahan: Fungsi Operasional Sudah Diambil Alih
Perubahan status ini dianggap perlu karena sebagian besar fungsi operasional Kementerian BUMN saat ini telah diambil alih oleh BPI Danantara, sementara kementerian hanya berfungsi sebagai regulator dan pemegang saham Seri A.
“Pertimbangan utamanya adalah untuk mengefektifkan pengelolaan BUMN, karena fungsi operasionalnya sudah dijalankan pihak lain,” jelas Dasco.
Masukkan Putusan MK dan Aturan Anti Rangkap Jabatan
Revisi UU ini juga memuat sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), salah satunya adalah larangan bagi wakil menteri atau pejabat negara untuk merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Hal ini bertujuan menghindari konflik kepentingan dalam pengelolaan perusahaan milik negara.
Pemerintah Sepakat, Buka Peluang Peran BPK dan KPK
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi juga menyampaikan bahwa pemerintah mendukung revisi ini. Ia menegaskan bahwa perubahan status Kementerian BUMN ke bentuk badan sejalan dengan efisiensi fungsi dan transparansi.
“Sekarang Kementerian BUMN lebih banyak sebagai regulator. Operasional sudah diambil alih. Jadi sangat mungkin statusnya diturunkan menjadi badan,” ujar Prasetyo di kompleks parlemen, Selasa (23/9).
Prasetyo juga menyebut bahwa dengan perubahan ini, pengawasan terhadap BUMN bisa lebih melibatkan lembaga negara seperti BPK dan KPK, guna mencegah penyalahgunaan wewenang dan memperkuat transparansi.
Target Efisiensi dan Tata Kelola yang Lebih Baik
Pemerintah dan DPR berharap, dengan perubahan bentuk kelembagaan, tata kelola BUMN akan menjadi lebih mandiri, profesional, dan efisien, serta tidak terlalu politis. Diharapkan pula, beban anggaran negara bisa ditekan dan pengawasan terhadap kinerja BUMN lebih terukur.
Langkah Berikutnya: Pembentukan Struktur BP BUMN
Setelah pengesahan ini, pemerintah akan mulai menyusun peraturan pelaksana dan struktur organisasi dari BP BUMN, termasuk pemilihan pimpinan dan penyesuaian kewenangan yang sebelumnya diemban oleh Kementerian BUMN.