SOALINDONESIA–JAKARTA Mengawali pekan ini, Bumi Pertiwi kembali digetarkan oleh lindu. Hingga pukul 20.00 WIB, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat hanya satu kali gempa yang mengguncang wilayah Indonesia pada Senin (27/10/2025).
Gempa bumi tersebut terjadi pada pukul 00:04:28 WIB di wilayah Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Berdasarkan data BMKG, pusat gempa berada di laut, sekitar 82 kilometer barat laut Timor Tengah Utara.
“Pusat gempa berada di laut 82 kilometer barat laut Timor Tengah Utara,” tulis BMKG di laman resminya, www.bmkg.go.id, Senin (27/10/2025).
Lindu ini memiliki kekuatan magnitudo 6,3 dengan kedalaman 75 kilometer dan tidak berpotensi tsunami. Episenter gempa berada pada koordinat 9,06 Lintang Selatan (LS) dan 123,97 Bujur Timur (BT).
BMKG melaporkan, getaran gempa dirasakan dengan skala Modified Mercalli Intensity (MMI) III–IV di sejumlah wilayah seperti Maumere, Ende, Kefamenanu, Kupang, Waingapu, Lembata, Alor, Larantuka, dan Niki Niki. Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan kerusakan serius maupun korban jiwa akibat gempa tersebut.
Indonesia Kembali Dihantui Lindu
Indonesia memang dikenal sebagai negara yang rawan gempa bumi karena terletak di pertemuan tiga lempeng besar dunia, yakni Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Fenomena alam ini bisa terjadi kapan saja dan berlangsung dalam waktu singkat, namun dampaknya bisa sangat merusak.
Menurut data WHO, selama periode 1998–2017, gempa bumi di seluruh dunia telah menyebabkan 750 ribu kematian dan berdampak pada lebih dari 125 juta orang.
Apa Itu Gempa Bumi?
Menurut BMKG, gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba, yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan di kerak bumi.
Sementara menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa bumi merupakan getaran di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng, patahan aktif, aktivitas gunung api, atau runtuhan batuan.
Dampak gempa bumi tidak hanya berupa goncangan tanah, tetapi juga bisa memicu likuifaksi, tanah longsor, kebakaran, hingga tsunami jika terjadi di bawah laut dengan kekuatan besar.
Antisipasi dan Tanggap Bencana Gempa
Meskipun tidak dapat dicegah, masyarakat dapat meminimalkan risiko gempa dengan langkah-langkah kesiapsiagaan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Sebelum Gempa Terjadi
Pastikan struktur bangunan rumah kokoh dan tahan gempa.
Kenali jalur evakuasi di rumah, kantor, atau sekolah.
Kencangkan perabotan agar tidak mudah roboh saat terjadi guncangan.
Siapkan tas darurat berisi P3K, makanan ringan, air, senter, dan radio.
Simpan nomor penting seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, dan BPBD.
Saat Gempa Terjadi
Jika di dalam bangunan: berlindung di bawah meja yang kuat, lindungi kepala, dan hindari kaca.
Jika di luar ruangan: jauhi bangunan, tiang listrik, dan pohon besar.
Jika di pantai: segera menjauh ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari risiko tsunami.
Jika di kendaraan: hentikan kendaraan di tempat aman dan keluar menjauh dari jalur lalu lintas.
Setelah Gempa
Keluar dari bangunan dengan tertib, jangan gunakan lift.
Periksa apakah ada kebocoran gas, kabel listrik putus, atau kebakaran.
Waspadai gempa susulan dan jangan mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi.
Dengar informasi resmi dari BMKG, BNPB, atau media terpercaya.
Mengingat Kembali Tsunami Aceh 20 Tahun Silam
Peringatan bencana gempa bumi juga menjadi momentum mengingat 20 tahun tragedi Tsunami Aceh 2004. Kala itu, gempa berkekuatan magnitudo 9,1 memicu tsunami dahsyat di Samudra Hindia yang menewaskan lebih dari 220 ribu orang di 16 negara.
Tragedi tersebut menjadi pengingat bahwa kesiapsiagaan dan edukasi kebencanaan sangat penting untuk menyelamatkan nyawa.
BMKG Imbau Warga Tetap Tenang
BMKG mengimbau masyarakat di wilayah terdampak untuk tetap tenang dan waspada terhadap kemungkinan gempa susulan. Masyarakat diimbau untuk tidak menyebarkan informasi yang belum jelas sumbernya.
“Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan mengikuti informasi resmi dari BMKG,” tulis lembaga tersebut dalam keterangannya.











