SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan langkah tegas dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Penyidik KPK menyita sejumlah aset milik mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemnaker, Heri Sudarmanto, yang baru saja ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Penyitaan dilakukan melalui penggeledahan di kediaman Heri di kawasan Jakarta Selatan, baru-baru ini. Dari lokasi itu, penyidik mengamankan sejumlah dokumen penting serta satu unit mobil yang diduga berkaitan dengan hasil tindak pidana korupsi.
“Penyidik mengamankan sejumlah dokumen yang akan dipelajari dan dianalisis untuk mendukung pengungkapan perkara ini. Selain itu, turut diamankan satu unit kendaraan roda empat,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025) malam.
Aset Disita di Jakarta dan Jawa Tengah
Selain penggeledahan di Jakarta, penyidik KPK juga menyita puluhan bidang tanah yang diduga milik Heri Sudarmanto, salah satunya berlokasi di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Aset-aset tersebut diduga dibeli menggunakan uang hasil pemerasan terhadap agen tenaga kerja asing dalam proses pengurusan izin RPTKA di lingkungan Kemnaker.
“Dalam perkara RPTKA ini, penyidik masih terus melakukan follow the money, termasuk menelusuri aset-aset yang diduga terkait atau diperoleh dari uang hasil dugaan tindak pemerasan,” jelas Budi.
KPK memastikan bahwa langkah penyitaan ini merupakan bagian dari strategi pemulihan aset negara (asset recovery) yang menjadi fokus utama lembaga antirasuah selain penegakan hukum terhadap pelaku.
“KPK tidak hanya menelusuri pihak yang menerima aliran uang, tapi juga menargetkan agar seluruh hasil kejahatan bisa dirampas untuk negara,” tambahnya.
Langkah Menuju Pemulihan Aset Negara
Menurut Budi, seluruh aset yang telah disita akan diperhitungkan dalam proses persidangan nantinya. Bila terbukti berasal dari hasil korupsi, maka aset tersebut dapat dirampas untuk negara.
“Ketika nanti perkara ini diputus di pengadilan dan hakim memutuskan aset-aset itu dirampas untuk negara, maka nilai asset recovery yang dicapai menjadi optimal,” ujar Budi.
Langkah penyitaan ini, lanjutnya, merupakan bagian penting dalam upaya pemberantasan korupsi modern, yang tidak hanya berfokus pada pelaku, tetapi juga pada pengembalian kerugian keuangan negara.
Heri Sudarmanto Resmi Jadi Tersangka
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Heri Sudarmanto (HS) sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengurusan RPTKA. Dengan penetapan ini, jumlah tersangka dalam perkara tersebut bertambah menjadi sembilan orang.
Berdasarkan hasil penyidikan, Heri diduga turut menerima aliran dana hasil pemerasan dari agen-agen tenaga kerja asing yang mengurus izin RPTKA. Nilai keseluruhan dana yang mengalir dari praktik tersebut mencapai sekitar Rp53,7 miliar.
“Peran HS berkaitan dengan dugaan tindak pemerasan dalam pengurusan RPTKA dan penerimaan aliran uang dari hasil tindak pidana tersebut,” ungkap Budi.
KPK hingga kini belum mengumumkan secara rinci berapa total dana yang diterima oleh Heri secara pribadi. Namun, penyidik disebut telah mengantongi cukup bukti untuk menjeratnya sebagai tersangka.
Kemungkinan Tersangka Baru
Ketika ditanya soal kemungkinan pemanggilan mantan Menteri Ketenagakerjaan, Budi menegaskan bahwa setiap langkah penyidikan KPK berdasarkan kecukupan alat bukti, bukan spekulasi.
“Jadi nanti dari bukti-bukti, fakta, dan petunjuk yang ditemukan oleh penyidik, akan ditelusuri siapa saja pihak yang punya peran atau menerima aliran dana dari dugaan tindak pidana korupsi ini,” katanya.
“Kita akan pastikan perbuatan melawan hukumnya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” tandasnya.
Kasus RPTKA Kemenaker: Modus dan Dampaknya
Kasus dugaan korupsi ini berawal dari praktik pemerasan dalam pengurusan izin RPTKA, di mana sejumlah pejabat dan pihak swasta diduga meminta imbalan uang dari perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia.
Uang hasil pemerasan itu kemudian digunakan untuk membeli aset pribadi, termasuk tanah dan kendaraan mewah. Praktik ini disebut telah merusak tata kelola perizinan tenaga kerja asing dan mencederai kepercayaan publik terhadap birokrasi di Kemnaker.
KPK menyatakan masih membuka kemungkinan pengembangan kasus ini terhadap pihak lain yang diduga turut menikmati hasil kejahatan.











