SOALINDONESIA–JAKARTA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat capaian signifikan dalam pemberantasan judi online (judol) di Indonesia. Lembaga tersebut berhasil menekan perputaran uang hasil aktivitas judol hingga berada di angka Rp 155 triliun sepanjang tahun 2025. Angka ini menurun drastis dibandingkan tahun 2024 yang mencapai Rp 359 triliun.
“Kalau dilihat tahun lalu Rp 359 triliun, sekarang sampai tengah triwulan keempat, kita sudah berhasil menekan sampai Rp 155 triliun. Jadi perputaran sekarang itu di angka Rp 155 triliun,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, dikutip dari Antara, Selasa (4/11/2025).
Penurunan Tajam dari Proyeksi Awal
Pada tahun 2024 lalu, PPATK memproyeksikan potensi perputaran dana judi online bisa mencapai Rp 981 triliun. Namun berkat sinergi lintas lembaga, jumlah itu berhasil ditekan menjadi Rp 359 triliun.
Tahun ini, PPATK awalnya memperkirakan angka perputaran bisa tembus Rp 1.100 triliun. Namun, upaya pengawasan dan pemblokiran rekening serta kerja sama antarinstansi membuat angka itu berhasil ditekan drastis.
“Faktanya per hari ini perputaran dana sudah ditekan sampai Rp 155 triliun. Jika tren ini berlanjut sampai akhir tahun, maka kita bisa turunkan di bawah Rp 359 triliun dibandingkan tahun lalu,” jelas Ivan.
Deposit Judi Online Turun 50 Persen
Selain perputaran dana, nilai deposit para pemain judi online juga turun tajam. Berdasarkan catatan PPATK, total uang yang didepositkan pemain ke situs-situs judol pada 2024 mencapai Rp 51 triliun. Namun, pada 2025 jumlah itu sudah berkurang hampir separuhnya menjadi Rp 24 triliun.
“Kalau tahun lalu itu Rp 51 triliun masyarakat yang deposit, sekarang sudah bisa kita tekan sampai Rp 24 triliun,” terang Ivan.
Mayoritas Pemain Berpenghasilan Rendah
PPATK juga menyoroti profil mayoritas pemain judi online di Indonesia. Berdasarkan analisis transaksi, sebagian besar pemain berasal dari kelompok masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan.
“Para pemainnya itu tetap dari saudara-saudara kita yang berpenghasilan Rp 5 juta ke bawah per bulan,” ujar Ivan.
Kondisi ini membuat PPATK menilai bahwa judi online berdampak serius terhadap aspek sosial dan ekonomi masyarakat kecil, terutama karena aktivitas tersebut sering kali berujung pada masalah finansial dan keluarga.
Koordinasi Lintas Lembaga dan Arahan Presiden
PPATK menegaskan pihaknya akan terus memperkuat upaya penindakan terhadap transaksi mencurigakan terkait judi online. Langkah ini dilakukan bersama kementerian dan lembaga lain, termasuk anggota Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Ini memang ada komitmen kita bersama untuk melaksanakan arahan Bapak Presiden terkait dengan Astacita dan bagaimana kita menjaga dampak sosial judi online terhadap publik,” ungkap Ivan.
PPATK menegaskan, selain pemblokiran rekening dan pelacakan aliran dana, pihaknya juga terus mengembangkan sistem deteksi otomatis guna mengidentifikasi rekening yang digunakan untuk aktivitas ilegal, termasuk judi online dan pencucian uang.
Langkah Ke Depan
Dengan capaian penurunan signifikan ini, PPATK menargetkan pada 2026 perputaran uang judi online bisa ditekan hingga di bawah Rp 100 triliun. Lembaga itu juga menyerukan agar masyarakat berhenti terlibat dalam praktik judi online yang tidak hanya merugikan finansial tetapi juga berdampak luas terhadap stabilitas sosial dan moral bangsa.











