SOALINDONESIA–JAKARTA Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada satu pun dapur dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah DKI Jakarta yang telah mengantongi Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS).
Ani menjelaskan, seluruh dapur MBG yang saat ini berjumlah 180 titik masih dalam proses pengajuan dan verifikasi untuk mendapatkan SLHS.
“Kalau yang berbasis sertifikat belum ada, sedang berproses semua,” ujar Ani kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Dinkes dan PTSP Lakukan Akselerasi Sertifikasi
Ani menyatakan bahwa Dinkes DKI tengah melakukan percepatan proses penerbitan sertifikat dengan menggandeng Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan unit SPPG. Langkah ini diambil untuk memastikan setiap dapur MBG memenuhi standar pengolahan makanan yang aman, higienis, dan layak dikonsumsi oleh peserta didik.
“Kami sedang berkolaborasi dengan SPPG, termasuk juga PTSP, untuk percepatan penerbitan SLHS. Jadi secara masif kami akan melakukan inspeksi kesehatan lingkungan ulang,” jelasnya.
Dinkes juga telah melakukan inspeksi awal terhadap dapur-dapur MBG dan terus mendorong agar mereka segera memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam regulasi SLHS.
IDI Minta Perbaikan Quality Control MBG
Sementara itu, di tingkat nasional, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan keprihatinan atas sejumlah kasus keracunan makanan yang terkait dengan program MBG di beberapa daerah. Korban dari insiden tersebut dilaporkan mencapai ribuan siswa.
Meski demikian, IDI tetap mendukung penuh program MBG yang dinilai strategis dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama pada anak-anak, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
“Guna menciptakan SDM Indonesia yang berkualitas demi membangun fondasi generasi mendatang yang sehat, cerdas, dan tangguh,” ujar Ketua Umum PB IDI, dr Slamet Budiarto, dalam rilis resmi yang diterima Liputan6.com, Senin (29/9/2025).
IDI Siap Dilibatkan Pemerintah
Menyikapi rentetan kasus keracunan, IDI meminta agar pemerintah meningkatkan sistem quality control dalam pelaksanaan MBG. Mereka mendorong adanya pengawasan yang lebih ketat dan sistematis terhadap dapur dan penyedia makanan.
“Program Makan Bergizi Gratis perlu dibuat quality control yang lebih baik untuk mencegah kejadian yang tidak diharapkan,” tegas dr Slamet.
IDI juga menyatakan kesiapannya untuk terlibat secara aktif dalam pengawasan mutu makanan dan edukasi kesehatan di lapangan.
“Kami siap membantu dan dilibatkan pemerintah untuk menyukseskan program MBG, terutama dalam aspek quality control di 514 kota/kabupaten seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Program MBG Tetap Dibutuhkan
Terlepas dari tantangan teknis, IDI berharap program MBG terus diperluas karena berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan gizi nasional, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.
“Program ini sangat dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia,” tutup dr Slamet.
Langkah Selanjutnya
Dengan belum adanya dapur MBG yang tersertifikasi di DKI Jakarta, perhatian kini tertuju pada bagaimana pemerintah provinsi mempercepat proses sertifikasi tanpa mengabaikan standar kesehatan.
Percepatan SLHS menjadi kunci dalam menjamin keamanan pangan, mencegah kejadian luar biasa (KLB) keracunan, serta memastikan tujuan mulia program MBG tidak melenceng dari aspek kesehatan masyarakat.