SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memanggil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Indra Iskandar, untuk diperiksa terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengadaan sarana dan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020.
Pemanggilan tersebut dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (24/10/2025).
“Benar, hari ini dijadwalkan pemanggilan saksi saudara IIS selaku Sekretaris Jenderal DPR RI. Yang bersangkutan akan dimintai keterangan terkait perkara dugaan TPK dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan Anggota DPR RI tahun anggaran 2020,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/10).
Sudah Berstatus Tersangka
Meski dipanggil sebagai saksi, Budi membenarkan bahwa Indra Iskandar telah berstatus sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Pemeriksaan hari ini dilakukan untuk memperdalam peran Indra serta memastikan aliran dana dan proses pengadaan yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.
Namun, hingga berita ini diturunkan, KPK belum memberikan konfirmasi apakah Indra memenuhi panggilan penyidik atau tidak, serta belum merinci materi pemeriksaan yang akan didalami.
Enam Tersangka Lain Juga Ditetapkan
Selain Indra Iskandar, KPK juga telah menetapkan enam orang tersangka lainnya dalam perkara yang sama. Kendati demikian, identitas mereka belum diungkap ke publik karena masih dalam tahap penyidikan dan pemeriksaan mendalam.
“Untuk enam tersangka lainnya masih dalam proses pemeriksaan lanjutan. KPK akan menyampaikan perkembangannya secara resmi setelah seluruh alat bukti dinilai cukup,” kata Budi.
Dugaan Mark Up dalam Pengadaan
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, KPK menduga terjadi mark up harga dalam proses pengadaan sarana dan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun 2020. Proyek tersebut diduga melibatkan sejumlah pihak swasta dan pejabat internal Sekretariat Jenderal DPR RI.
KPK juga telah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti nilai kerugian keuangan negara yang timbul akibat dugaan korupsi tersebut.
“Tim penyidik bersama auditor BPKP saat ini sedang melakukan proses penghitungan nilai kerugian negara sebagai dasar penegakan hukum lebih lanjut,” jelas Budi.
Belum Ada Penahanan
Meskipun telah menetapkan tujuh orang tersangka, KPK hingga kini belum melakukan penahanan. Lembaga antirasuah tersebut masih memprioritaskan pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti tambahan guna memperkuat konstruksi hukum kasus ini.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang mengatur mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari temuan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan perlengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun 2020, yang mencakup furnitur, peralatan elektronik, hingga dekorasi interior. Nilai proyek tersebut mencapai puluhan miliar rupiah, dengan indikasi kuat adanya penggelembungan harga dan pengaturan pemenang tender.
KPK menilai kasus ini sebagai bentuk korupsi struktural karena melibatkan pejabat tinggi di lingkungan legislatif yang seharusnya menjadi teladan dalam pengelolaan anggaran negara.
Dengan pemanggilan Sekjen DPR Indra Iskandar ini, KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di lembaga negara. Lembaga antikorupsi itu memastikan proses hukum berjalan secara transparan dan sesuai prinsip keadilan tanpa pandang bulu.











