SOALINDONESIA–JAKARTA Wahana Musik Indonesia (WAMI) menyatakan pesta pernikahan juga wajib membayar royalti jika memutar atau menyanyikan lagu komersial. Pernyataan ini menjawab polemik publik soal apakah aturan royalti berlaku untuk acara pernikahan.
Besaran royalti yang ditetapkan adalah 2 persen dari biaya produksi, mencakup sewa sound system, backline, honor penyanyi atau penampil, dan seluruh pengeluaran yang terkait musik.
Wacana ini langsung memicu penolakan keras dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Ia menilai kebijakan tersebut “kelewat batas” dan tidak sejalan dengan semangat perlindungan hukum yang adil.
“Semua sektor mau dikenakan, bahkan pesta pernikahan yang jelas-jelas non-komersial. Ini sudah ngaco, dan sangat membebani masyarakat,” ujar Sahroni, Jumat (15/8).
Politikus NasDem itu juga menyoroti risiko penyalahgunaan kewenangan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang menagih royalti.
“Jika diteruskan, penagihan royalti ini rawan tindak premanisme. Terlebih beberapa LMK diduga dimiliki individu dengan latar belakang premanisme,” katanya.
Sahroni menegaskan kebijakan ini minim sosialisasi sehingga membuat publik kaget. “Jangan tiba-tiba memukul rata semua sektor. Ini yang bikin gaduh,” tegasnya.
Ia mengingatkan agar regulasi tidak berat sebelah. “Hak musisi harus dihargai, tapi rakyat kecil, UMKM, hingga keluarga yang menikah jangan diperas,” pungkasnya.