SOALINDONESIA–JAKARTA Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Sahidin, menantang Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membuka identitas politikus yang disebut-sebut meminta “jatah” dapur dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Tantangan ini disampaikan Sahidin dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR bersama Kepala BGN, Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN, dan Kepala BPOM, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Dalam rapat tersebut, Sahidin menyoroti pernyataan viral dari pejabat BGN yang menyebut adanya intervensi politik dalam penunjukan dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ia menyebut isu tersebut justru memperkeruh suasana di tengah polemik keracunan makanan MBG yang terjadi di sejumlah daerah.
“Ada yang menyalahkan politisi minta dapur, ada yang bicara pidana. Ini kan soal keracunan, berarti ada masalah di lapangan,” tegas Sahidin.
Desak BGN Sebut Nama Secara Terang: “Jangan Hanya di Medsos”
Sahidin secara terbuka meminta Kepala BGN Dadan Hindayana agar menyebut nama secara jelas jika memang ada politikus yang bermain dalam program MBG.
“Kalau ada politisi, tunjuk idungnya, siapa? Jangan kita bicara di medsos, tambah ramai, Pak. Kasian bapak-bapak. Dulu satu Wamen bapak aman-aman saja, sekarang bertambah kami pun gerah jadinya,” ujar Sahidin di hadapan peserta rapat.
Ia mengingatkan, narasi liar yang tidak disertai bukti konkret justru bisa mengalihkan perhatian publik dari persoalan substansial, yakni insiden keracunan makanan MBG yang tengah disorot luas.
Sahidin Akui Pernah Hubungi Staf BGN, Tapi…
Dalam kesempatan itu, Sahidin juga mengakui bahwa dirinya memang pernah berkomunikasi dengan staf BGN. Namun, ia menegaskan bahwa tujuannya semata untuk membantu mensosialisasikan program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu di daerah pemilihannya.
“Memang saya ada menelpon staf Bapak, tapi itu semata-mata menjembatani agar program ini berjalan. Tapi kalau soal ada yang minta jatah, saya tidak tahu. Kalau memang ada, tolong tunjuk langsung siapa orangnya,” ujar Sahidin.
Ia mengingatkan agar jangan sampai ada oknum yang menjadikan program MBG sebagai ladang mencari keuntungan pribadi, sementara anak-anak di daerah justru terancam oleh distribusi makanan yang tidak higienis.
“Jangan buat narasi di luar untuk alihkan isu. Kalau memang ada yang cari-cari komisi, tunjukkan saja. Tapi jangan sampai program sebesar ini dikorbankan oleh kegaduhan internal,” katanya.
Desak Evaluasi Internal BGN
Lebih lanjut, Sahidin mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap internal BGN, terutama dalam hal pelaksanaan dan pengawasan dapur-dapur MBG di lapangan.
“Ini penting ini, Bapak. Evaluasi ini, ke dalamnya evaluasi, Pak. Jangan keluar. Kalau keluar, tambah ramai lagi,” tegasnya menutup pernyataan.
Latar Belakang Polemik: Pejabat BGN Ungkap Ada Politikus Minta Jatah Dapur
Sebelumnya, Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, dalam sebuah konferensi pers pada Jumat (26/9/2025), mengungkap bahwa ada seorang politikus yang menghubunginya melalui WhatsApp dan meminta “jatah dapur” MBG. Ia mengaku geram dengan permintaan tersebut dan langsung memblokir nomor politikus itu.
“Ada, serius nih, ada yang WA saya. Saya jawab, ‘Eh kamu politikus bukannya bantu saya, bagaimana mengkomunikasikan soal keracunan, malah minta dapur.’ Langsung saya block, block, block!” ujar Nanik saat itu.
Nanik juga memperingatkan bahwa dapur MBG bukanlah proyek yang bisa dipermainkan oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan.
“Mengelola dapur MBG ini pekerjaan berat. Ini menyangkut kesehatan anak-anak. Jangan dijadikan alat untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Program MBG Terus Disorot Pasca Kasus Keracunan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program prioritas nasional era Presiden Prabowo yang ditujukan untuk meningkatkan status gizi anak-anak di sekolah. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, program ini mendapat sorotan tajam setelah muncul laporan ribuan kasus keracunan makanan MBG di sejumlah wilayah.
Hingga akhir September 2025, JPPI mencatat lebih dari 8.600 anak terdampak keracunan yang diduga berasal dari dapur MBG. Masalah diduga berasal dari pengawasan sanitasi yang lemah dan minimnya pengalaman operator dapur.