SOALINDONESIA–JAKARTA Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, publik dihebohkan dengan maraknya pengibaran bendera bajak laut bertopi jerami, simbol yang dikenal sebagai Jolly Roger kru Topi Jerami dari serial anime One Piece. Fenomena ini dinilai bukan sekadar tren pop culture, melainkan mengandung pesan sosial dan politik yang kuat dari masyarakat.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai bahwa pengibaran bendera ikonik dari dunia anime tersebut merupakan simbol ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai membingungkan dan meresahkan.
“Ini kan masyarakat itu banyak sekali resah. Sebetulnya dasarnya itu adalah komunikasi pemerintah yang enggak bagus ke publik,” ujar Hendri, yang akrab disapa Hensat, dalam Podcast To the Point Aja di kanal YouTube SindoNews, dikutip Jumat (8/8/2025).
Bendera Anime Jadi Simbol Perlawanan?
Munculnya bendera One Piece di sejumlah titik, mulai dari permukiman warga hingga kendaraan umum, memicu berbagai reaksi. Beberapa pejabat bahkan menanggapi fenomena ini secara serius, menyebutnya sebagai aksi yang melanggar aturan pengibaran bendera selain Merah Putih menjelang hari kemerdekaan.
Namun menurut Hensat, reaksi berlebihan dari pejabat justru memperlihatkan lemahnya sensitivitas pemerintah terhadap aspirasi rakyat.
“Pemerintah terlalu reaktif, padahal ini ekspresi keresahan. Masyarakat mencari simbol yang dekat dan mudah dipahami, dan mereka menemukan itu dalam karakter-karakter fiksi seperti Luffy dan kru Topi Jerami,” jelasnya.
Kebijakan Tidak Konsisten, Rakyat Bingung
Lebih lanjut, Hensat menyoroti ketidakkonsistenan komunikasi pemerintah yang kerap membingungkan masyarakat. Salah satu contoh yang ia angkat adalah soal larangan penjualan LPG 3 kg bersubsidi lewat pengecer.
“Yang sebetulnya secara kebijakan bagus, tapi karena tidak dikomunikasikan dengan baik, akhirnya rakyat kebingungan dan terjadi antrean panjang. Ini yang membuat kepercayaan publik menurun,” jelasnya.
Pesan Politik Lewat Pop Culture
Fenomena penggunaan simbol pop culture seperti bendera One Piece bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, tokoh-tokoh fiksi dari film dan anime juga kerap dijadikan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan keresahan sosial.
Pengamat menyebut bahwa kemunculan simbol semacam ini mencerminkan kebutuhan masyarakat akan ekspresi yang kreatif namun bermakna, terutama saat mereka merasa suara mereka tidak didengar melalui kanal politik formal.
Menanti Respons Bijak Pemerintah
Kini publik menanti bagaimana pemerintah menyikapi fenomena ini secara lebih arif dan komunikatif, bukan dengan pendekatan represif atau stigmatisasi. Hensat menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap cara pemerintah membangun komunikasi dua arah dengan rakyat, terutama menjelang momentum besar seperti HUT RI ke-80.
“Kalau pemerintah bisa mendengar dengan benar, mungkin tidak perlu ada bendera lain berkibar selain Merah Putih,” tutup Hensat.