SOALINDONESIA–JAKARTA Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini dapat melakukan penghapusan piutang dari neraca bank (hapus buku) dengan persyaratan baru yang tertuang dalam revisi Undang-Undang BUMN. Berdasarkan perubahan Pasal 62E dan 62F ayat (1) dalam revisi keempat UU BUMN, penghapusan piutang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN untuk Perum dan Badan untuk Perseroan.
“BUMN melaporkan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih kepada Kepala BP BUMN dan Badan,” demikian bunyi Pasal 62F ayat (1) yang dikutip pada Sabtu (4/10/2025).
Ketentuan Piutang yang Dapat Dihapusbukukan
Piutang yang dapat dihapus dari neraca adalah piutang macet yang telah dilakukan upaya penagihan secara optimal, namun tetap tidak tertagih, serta tidak disebabkan oleh adanya kesalahan internal. Hal ini mencakup proses yang telah melewati sejumlah tahapan administrasi dan evaluasi.
Meski telah dihapusbukukan, BUMN tetap wajib melakukan penagihan terhadap piutang tersebut. Proses hapus buku dan hapus tagih juga harus dilaporkan dalam laporan tahunan BUMN atau secara insidentil apabila diminta oleh Kepala BP BUMN atau Badan.
Tata Cara Diatur oleh BP BUMN
Selanjutnya, tata cara pelaksanaan hapus buku, hapus tagih, dan pelaporan akan diatur secara rinci oleh peraturan BP BUMN, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 62H perubahan keempat UU BUMN.
“Dan hapus tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62E, serta tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62F ditetapkan dalam peraturan BP BUMN,” demikian isi pasal tersebut.
Transformasi Kementerian BUMN Jadi BP BUMN
Perubahan aturan ini sejalan dengan alih status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN, pasca pengesahan revisi UU BUMN oleh DPR RI dalam Sidang Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun 2025–2026, pada Kamis (2/10/2025).
Transformasi ini bertujuan memperkuat fungsi pengawasan dan tata kelola BUMN, serta memberikan fleksibilitas kelembagaan yang lebih besar dalam pembinaan dan pengendalian perusahaan negara.
Sebelumnya: Wewenang Menteri BUMN
Sebelum revisi UU disahkan, proses penghapusan piutang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri BUMN untuk Perum dan Badan untuk Perseroan. Proses ini kemudian harus dilaporkan kembali kepada Menteri BUMN, yang selanjutnya melaporkannya kepada DPR RI dan Presiden.
Dalam aturan lama yang tercantum pada Pasal 62G UU Nomor 1 Tahun 2025, disebutkan:
“Badan melaporkan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih kepada alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN dan Presiden.”
Implikasi: Pengawasan Diperketat, Akuntabilitas Diperkuat
Perubahan regulasi ini dinilai sebagai upaya memperkuat pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan BUMN, khususnya terkait piutang bermasalah yang dapat membebani laporan keuangan negara.
Dengan adanya otoritas baru di tangan BP BUMN, proses penghapusan piutang diharapkan menjadi lebih terstruktur, transparan, dan terdokumentasi dengan baik, sekaligus menghindari potensi moral hazard dalam pengelolaan aset negara.