SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut tuntas kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret sejumlah pihak di Kementerian Agama (Kemenag). Hingga kini, KPK telah memeriksa lebih dari 300 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dalam rangka penghitungan kerugian negara yang ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun.
“Sampai saat ini tercatat sudah lebih dari 300 PIHK yang kooperatif dan memberikan informasi serta keterangan yang dibutuhkan auditor dalam rangka penghitungan kerugian negara,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/10).
Menurut Budi, jumlah tersebut mencakup sekitar 70 persen dari total 400-an PIHK di Indonesia. Pemeriksaan terhadap ratusan travel dilakukan bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan aliran dana dan potensi kerugian akibat dugaan penyimpangan pembagian kuota haji.
“Ini progres positif yang menunjukkan sinergi antara KPK dan BPK untuk segera menuntaskan perkara kuota haji ini,” imbuhnya.
Kasus Sensitif, KPK Tegaskan Proses Harus Kredibel
Budi menekankan, penyidikan kasus ini dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat kaitannya dengan hajat hidup umat beragama.
“Ini perkara yang sangat dekat dengan kehidupan umat, sehingga penyidikan dilakukan secara serius dan kredibel,” tegasnya.
Ia juga memastikan pemeriksaan terhadap saksi dan pihak terkait masih terus berlanjut, dan perkembangan penyidikan akan disampaikan secara berkala.
Dugaan Manipulasi Kuota dan Setoran ke Pejabat Kemenag
Kasus ini bermula dari tambahan 20.000 kuota haji yang diperoleh Indonesia setelah pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Pemerintah Arab Saudi pada 2023. KPK menduga sejumlah asosiasi travel kemudian melobi Kemenag agar sebagian besar kuota tambahan tersebut dialihkan ke haji khusus.
Padahal, sesuai aturan, kuota haji khusus hanya boleh maksimal 8 persen dari total kuota nasional.
Dalam penyelidikan, KPK menemukan adanya rapat internal yang diduga menyepakati pembagian kuota tambahan secara tidak sah, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Keputusan itu kemudian tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Agama (SK Menag) Nomor 130 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, saat menjabat sebagai Menteri Agama.
Setoran USD 2.600–7.000 per Kuota
KPK juga menemukan adanya setoran uang dari PIHK yang menerima kuota tambahan kepada oknum di Kemenag melalui asosiasi penyelenggara haji.
Nilai setoran bervariasi antara USD 2.600 hingga USD 7.000 per kuota, tergantung besar kecilnya penyelenggara.
Uang hasil setoran itu diduga mengalir hingga ke level pejabat tinggi di Kemenag, dan kini sedang ditelusuri oleh penyidik serta auditor negara.
Penggeledahan dan Pencegahan Keluar Negeri
Dalam penyidikan, KPK telah menggeledah sejumlah lokasi strategis, termasuk:
Rumah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas,
Kantor Kemenag,
Tiga kantor asosiasi travel haji,
Kantor travel Maktour,
Rumah ASN Kemenag, dan
Rumah di Depok yang diduga milik mantan stafsus Menag Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex.
Selain itu, KPK telah mencegah tiga orang ke luar negeri, yaitu:
1. Yaqut Cholil Qoumas – eks Menteri Agama,
2. Ishfah Abidal Aziz (Gus Alex) – mantan Stafsus Menag,
3. Fuad Hasan Masyhur – Bos travel Maktour.
Terbaru, KPK juga menyita dua rumah mewah di Jakarta Selatan senilai Rp6,5 miliar milik seorang ASN Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag yang diduga dibeli dari hasil korupsi.
Respons Gus Yaqut: Hormati Proses Hukum
Kuasa hukum Yaqut, Mellisa Anggraini, menyatakan kliennya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK dan siap bersikap kooperatif.
“Pak Yaqut menghormati langkah KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan. Beliau siap memberikan keterangan bila diperlukan,” kata Mellisa.
Kasus Masih Berlanjut
KPK menegaskan penyidikan masih akan berlanjut hingga seluruh pihak yang terlibat diperiksa. Proses audit kerugian negara oleh BPK juga tengah berjalan untuk memastikan nilai kerugian secara pasti.
“Proses pemeriksaan terhadap PIHK masih terus dilakukan. Kami akan terus update karena penyidikan ini masih bergerak,” pungkas Budi Prasetyo.
Kasus korupsi kuota haji ini menjadi salah satu perkara paling disorot tahun 2025, bukan hanya karena nilai kerugiannya yang besar, tetapi juga karena menyangkut pengelolaan ibadah umat yang seharusnya dijalankan dengan penuh integritas.











